Serangan Rayap

Saya dan suami sangat suka pada buku. Sejak sebelum menikah kami sama-sama sudah punya banyak buku. Setelah menikah pun hobi ke toko buku dan pameran buku sering kami lakukan. Saya bahkan punya Toga Mas membercard, hehehe. Perbedaannya, saya suka buku komik, sedangkan suami tidak. Selain itu, berbagai macam buku kami lahap, buku Islami, Novel, Pengetahuan, dan bermacam-macam lagi. Kami punya 4 rak buku besar, 4 rak buku kecil. 2 Rak buku kecil isinya buku anak-anak.
Karena rumah kami terbatas, kami menaruh 3 rak buku besar di kamar belakang. Suhu di kamar belakang agak lembab, inilah yang memicu koloni rayap untuk bersarang di rak buku kami, hiks.
Akhir pekan ini kami membongkar sarang rayap tersebut. 1/4 buku dari 3 rak buku itu sudah menjadi rumah rayap. Rayap membangun rumahnya dari bahan seperti tanah (katanya sih rayap membangun sarangnya pakai kotorannya sendiri, hii). Jadi tampak di tembok dan buku-buku jalur dari tanah gitu.
Kami menyemprotkan pestisida anti serangga (h*t) ke sarang tersebut. Kemudian agar rayapnya tidak menyebar, buku yang terkontaminasi rayap segera disingkirkan. Kemudian kami membeli rak buku baru dari aluminium dan kaca agar mudah dipantau dan bukunya tidak langsung menyentuh tembok (maklum, rak buku sebelumnya adalah rak buku ala anak kuliahan, yang langsung nempel tembok).

Kemudian kami memindah rak buku kaca tersebut. Rayap adalah binatang yang tidak suka sinar, sehingga mereka membangun sarangnya di dalam tanah atau kayu. Jadi rak buku harus ditaruh di tempat yang kena sinar matahari dan bukunya harus sering diambil-ambil. Nah karena buku kami banyak jadi banyak yang jarang diambil. Rayap juga suka tempat yang lembab. Dan saya baru tahu kalau ternyata laron itu juga jenis rayap! Ya ampun kalau hujan kan suka keluar tuh laron. Jadi ternyata itu rayap juga toh. Ada beberapa jenis kayu yang anti rayap, seperti kayu jati, tapi harganya mahal. Jadi akhirnya kami putuskan pakai aluminium dan kaca.

Ada juga obat anti rayap. Tapi belum tahu beli dimana. Mudah-mudahan rayapnya ga datang lagi. 😦

My Little Sam

Firasatku bahwa kehamilan kedua tak semulus anak pertama ternyata benar. Hingga pekan ke 41, anakku belum lahir juga. Akhirnya aku menjalani induksi. Setelah dua hari induksi dengan pengawasan ketat pada kondisi janin, bayiku belum lahir juga. sekitar tengah malam pada dari kedua itu, aku sudah kesakitan karena kontraksi yang dipacu induksi. Sudah bukaan 7, tapi sampai subuh, masih tetap bukaan 7.
Karena aku sudah tidak kuat lagi, ditambah sudah 2 hari induksi, akhirnya kami memutuskan sc. Sedih, karena aku berharap dapat melahirkan normal lagi. Tapi ya sudahlah, mungkin memang ini jalannya, asalkan aku dan bayiku sehat. Akhirnya pagi di hari ketiga aku sc. Takut banget.. Ini adalah peristiwa yang lebih menakutkan dibandingkan melahirkan secara alami. Bahkan lama recoverynya juga lebih lama dibandingkan melahirkan alami.
Alhamdulillah jam 6.15 anak kami lahir. Ternyataaaa ia besar banget, 3,9 kg. Pantes dia susah turun ke jalan lahir, secara aku kan badannya relatif kecil. Tapi air ketubanku masih banyak dan masih bersih. Alhamdulillah..
Suamiku menamai anak kedua kami dengan nama Ayyash Al-Qossam Hanif. Kami memanggilnya Sam. Sam sedikit berbeda dengan Kiya, anak pertama kami. Badannya besar dan gendut. Wajahnya imut menggemaskan. Kalau kiya, wajahnya tampak cerdas, sedangkan Sam wajahnya seperti bayi yang ga tau apa-apa, bengong, kalau ada yang menatapnya, ia langsung tersenyum. Sam jarang rewel, kalau kiya sering rewel. Aaaah, menyenangkan sekali punya bayi. Bersamanya hari-hariku jadi tenang. Emosiku relatif lebih stabil.
Kini baby Sam sudah 5 bulan, sebentar lagi akan masuk waktunya ia makan, ia masih ASI eksklusif. Karena badannya gemuk, Sam belum bisa tengkurep sendiri, hihi, gapapa deh, asalkan kamu sehat nak.. Alhamdulillah, keluarga kecil kami sudah lengkap, ada putra dan putri..

38th Week, Menanti Saat Kelahiram

Cemaaas… Ga tau kenapa, lebih cemas dibanding kehamilan pertama.. Sekarang ini saya sudah cuti, jadi menikmati hari-hari di rumah aja sama kiya.

Sekitar pekan lalu, saat kehamilan saya di akhir pekan ke 36, kakak saya menikah di CIrebon. Jadilah keluarga kecil kami, dengan perut gendut saya, pulang ke CIrebon naik kereta api. Kiya seneng banget naik kereta. Perjalanan dari Jogja kami naik Argo (apa ya Argo Dwipangga atau Argo Lawu gitu.. Lupa) sekitar isya’ dari Jogja. Sampai CIrebon dini hari sekitar jam 1. Sepanjang perjalanan, Kiya ga tidur. Mainan terus. Padahal saya dan abinya sempet tidur. Kiya mainan di kursinya, main boneka, main tablet, kadang ngoceh cerita2 tentang kereta. Kiya memang suka banget sama kereta Thomas and Friends. Sampai di rumah di Cirebon, dia malah ngajak main sepeda dan mobil-mobilan. Haduh… Padahal udah dini hari. AKhirnya jam 3an Kiya tidur juga. Fyuh.. Lain cerita saat pulang, karena dari Cirebon tengah malam, kiya sudah ngantuk. Jadi sepanjang perjalanan dia tidur, Alhamdulillah.. Continue reading

Second Pregnancy

Yay, Kiya akan punya adik!! Alhamdulillah…

Kini usia kehamilan saya sudah 26 minggu dihitung dari HPHT, sementara dari hasil UGS kemarin, dari ukurannya 24 minggu dengan berat 644 gram. DI kehamilan kedua ini, saya suliiiit sekali makan, rasanya mual-mual terus. Baru sekitar 2 bulanan ini saya mulai nyaman makan. Itupun tidak sebanyak ketika kehamilan pertama dulu. Kehamilan kedua ini, saya cuma doyan buah-buahan. Kalau daging-dagingan, rasanya enek. Sampai kemarin pas periksa, saya cek hb juga, ternyata kadar hb saya relatif rendah, sehingga saya harus menambah asupan zat besi. Si kecil sehat-sehat saja di perut. Ia sangat aktif, dibandingkan kakaknya dulu, anak kedua kami ini sangat aktif di perut. Setiap siang sampai malam, ia bergerak terus. Apalagi pada jam akan tidur, ia selalu menendang-nendang sampai rasanya sayan ngeri.. Suami saya pun kalau saya tunjukkan gerakan anak kedua kami, ia bilangnya “ngeri ya..” Padahal kan seneng ya bisa merasakan tendangan si kecil. Continue reading

MacBook Crash Gara-Gara Xcode

Yeah.. Berhubung saya pakai MacBook Pro, dengan OS Mountain Lion, sudah sekitar hampir setahun lah.. Tapi laptop ini jujur cuma saya pakai untuk ngajar aja.. Selebihnya, saya biasa pakai laptop lama saya di rumah, atau pakai Windows Tablet Acer Iconia seri W. Di MB Pro ini, sebenarnya saya install dual boot, jadi ada Mountain Lion dan Windows 8. Biar gimana juga, saya kan harus tetep coding juga, jadi di Windows 8, ada Netbeans, Visual Studio, dan CodeBlocks. Tapi yang dipakai, cuma NetBeans sih, soalnya saya Java user only, hehe.. CodeBlocks saya pakai untuk bahasa C/C++, tapi saya pengguna parallel C pakai MPICH2, dan di Windows di MB Pro, belum ada MPICH2nya.. Jadi saya biasa pakai laptop lama saya untuk coding MPI.

Maka dari itu, masak Mac cuma buat ngajar doang?? Akhirnya saya memutuskan untuk berhenti kecanduan Windows dan menginstall perangkat programming di Mac. Kendalanya satu sih, inet di kampus agak lelet untuk download2. Mana XCode ukurannya gede banget.. Akhirnya selalu ga jadi nginstall cuma karena hal itu. Sampai waktu saya cek repository di jaringan internal kampus, ternyata ada XCode. Ya udah, saya ambil aja dari situ, cepet bingit, cuma beberapa menit selesai. Sambil nunggu kelas berikutnya yang saya ampu, saya install deh. Sampai suatu saat kompinya mati dan reboot sendiri. Ow, ada apa neh?? Pas reboot, ternyata malah ga bisa booting mac. Langsung keluar layar abu-abu gitu dan keterangan panjang, trus reboot lagi dech.. Gitu terus. Fyuh.. Untung saya pakai dual boot, langsung deh login ke windows dan browsing cara mengatasinya.

Diambil dari http://apple.stackexchange.com/questions/90288/mac-crash-after-installing-xcode.

Ternyata, kernel panic ini karena ada kernel extension (kext) com.apple.iokit.CHUDKernLib yang bikin crash. CHUD itu salah satu tools dari XCode versi lama, dan ga kompatibel sama OS X Mountain Lion. Makanya harus diremove (didelete atau dipindah). Pertama, masuk ke single-user mode, pencet cmd+s. Nah di sini tampilannya pakai command line, pas udah siap, ketikkan

mount -uw /

Fungsinya untuk memulai mode read-write di filesystem supaya kita bisa melakukan perubahan. Kemudian buat folder untuk memindahkan file kext yang tadi bikin kernel panic. Misalnya kasih nama ExtensionsDisabled.

mkdir /System/Library/ExtensionsDisabled

Kemudian masuk ke folder kernel extension tempat file kext bermasalah tadi.

cd /System/Library/Extensions

Pindahin deh file kext yang ada CHUDnya (ada 3 file) ke folder yang tadi dibuat.

mv CHUDKernLib.kext CHUDProf.kext CHUDUtils.kext /System/Library/ExtensionsDisabled

Terakhir, reboot.

reboot

Setelah itu, voila, macnya kembali normal… Alhamdulillah…

 

Mengapa Saya Memilih Pamit Dari Harokah Dakwah

Beberapa hari yang lalu, kawan lama suami saya yang sangat ia hormati datang berkunjung ke rumah. Sebenarnya saya sudah sering mendorongnya untuk mengunjungi kawan-kawan lamanya, terutama sejak suami saya akhirnya menetap di Jogja. Kami punya Sabtu dan Ahad untuk dinikmati. Tidak seperti dulu ketika ia masih bekerja di Jakarta. Sabtu lelah karena baru sampai rumah setelah menempuh 12 jam lebih perjalanan. Ahad resah karena harus mengejar bus/kereta sore untuk berangkat ke Jakarta lagi. Tapi mungkin ia mau balas dendam atas lelahnya perjalanan dulu, ia menikmati Sabtu dan Ahad sebagai waktu keluarga. Di sore hari Sabtu kami sering pergi belanja dan menikmati kebersamaan bersama putri kecil kami. Jadi suami saya sering menunda keinginan untuk mengunjungi kawan lama. Lagipula takut mengganggu, bisa jadi kawan-kawannya ada agenda.

Saya pribadi masih sering stay connected dengan kawan-kawan saya. Beberapa kawan yang sangat dekat dengan saya masih menjalin komunikasi. Saya juga mengunjungi beberapa rumah/kosan mereka. Saya tidak ingin persahabatan kami putus hanya karena suatu hal: harokah. Ya, sahabat lama suami saya berkunjung ke rumah untuk membahas hal tersebut. Continue reading

Suami-Istri

Keluarga itu apa sih?

Sebenernya arti suami istri itu apa sih?

Kadang-kadang muncul pertanyaan seperti itu di benak saya. Bukan berarti keluarga kami tak pernah kena badai, bukan berarti badai besar juga sih, tapi saya terkadang terlalu sentimental untuk urusan keluarga (esp. suami dan istri). Sebenarnya sejak sebelum menikah, saya merasakan kegundahan, apakah menikah adalah pilihan yang tepat? Apa saya mampu? Dan saat itu saya merasa cukup yakin dengan jawaban yang (calon) suami saya berikan. Jawaban berupa puisi atas pertanyaan saya tentang “masa depan”.

Selama 3 tahun kami tinggal terpisah, saya di Yogyakarta dan ia di Jakarta. Urusan pekerjaan. Long distance marriage. Berat. Apalagi saat saya mengandung dan bayi kami masih kecil. Saat-saat malam bayi kami rewel dan saya hanya sendirian. Apalagi jika baby sakit, atau saya yang sakit, atau mas yang sakit. Tapi saya masih bisa bersabar. Ketika kami akhirnya memutuskan bahwa mas akan pindah ke jogja, namun jalan-jalan mutasi tampak tertutup, maka keputusan besar dipilih mas, Resign.

Bukan keputusan mudah karena status mas yang PNS. Bagi banyak orang di masyarakat, mundur dari PNS itu seperti mustahil, sayang banget, dan keputusan ceroboh serta tidak tahu diri. Keluarga mas pun kebanyakan PNS, maka pertentangan dari keluarga sangat besar. Ortu saya memilih netral, karena bagaimanapun yang menjalani adalah kami, maka keputusan itu harus berasal dari diri kami sendiri. Kalau dipikir, Bapak saya itu lucu juga ya, kalau suami saya tidak kerja berarti kehidupan saya terancam terlunta-lunta dong? Tapi Bapak bilang bahwa pekerjaan itu banyak dimana-mana, jadi tak perlu khawatir. Lagipula dengan ijazah dari univ sekelas UGM, dari jurusan yang banyak diminati, Komsi, maka peluang kerja di jogja pun sebenarnya besar. Alhamdulillah, di tengah kemelut itu, Allah menjawab doa-doa kami. Ada lowongan pekerjaan di UGM dan akhirnya suami saya diterima bekerja sebagai staff di salah satu unit baru di UGM.

Maka, sejak pertengahan 2013, mas resmi resign dari PNS. SK-nya sudah keluar, namun kami belum sempat ke Jakarta untuk mengambilnya.

Apakah suami istri itu berarti dua orang yang tinggal di rumah yang sama, terikat dengan ijab kabul? Terkadang saya merasa bahwa komunikasi kami sebagai suami istri itu tidak bagus. Beberapa kali saya ngambek dan marah-marah. Sebenarnya gimana sih hubungan suami-istri orang-orang yang lain? Apakah istri sering marah? Apakah suami sering marah?

Dengan semua perjuangan kami di awal pernikahan, kadang saya gundah, apakah suatu saat jika kami sudah mapan, ia akan berpaling? Bahkan, jangankan suatu saat, apakah kini ia masih mencintai saya? Apakah saya cantik di matanya? Pertanyaan itu sering saya ucapkan. Dan saya tidak pernah mendapat jawaban yang tuntas sebagaimana dulu ia meyakinkan saya tentang masa depan ketika ia melamar saya. Dan saya tidak pernah yakin benar dengan jawabannya kini.

Termasuk cerita dari beberapa rekan, mengenai keputusan suaminya untuk poligami. Poligami tidak haram, memang. Tapi poligami juga tidak wajib toh. Jika hanya akan menimbulkan luka, mengapa tidak dihindari. Apakah suaminya lupa, bahwa pada masa-masa sulit, yang banyak berkorban adalah istrinya? Dan saya melihat, keputusan poligami sering muncul setelah suami merasa mapan. Punya uang. Meski suami saya selalu cemberut setiap saya menawarkan untuk menikah lagi. Ia selalu bilang, TIDAK AKAN. Tapi saya selalu sinis mendengar jawaban khas lelaki macam itu. Jawaban itu tidak membuat saya lelah untuk bertanya..

Apakah saya menyesal memutuskan menikah? TIDAK. Tapi fitrah muncul kegundahan selama perjalanan bahtera kecil kami. Saya hanya ingin didengar, saya hanya ingin merasa aman di hatinya. Apakah saya salah terlalu merisaukan hubungan kami? Tapi yah, ada beberapa hal yang memang membuat saya bimbang. Terkadang masalah ini membuat saya tertekan. Beberapa kali saya mengusulkan untuk pergi ke psikolog. Mungkin benar, bahwa saya membutuhkan bantuan. Saya merasa bahagia dengan pernikahan saya, namun ada saat-saat saya membutuhkan pertolongan, dan sulit mencari kepada pihak mana saya bisa bercerita. Ya, kita punya Allah sebagai tempat untuk bercerita, namun harus diakui, ada seseorang yang mendengar cerita kita akan membantu mengangkat beban di hati.

Hasbunallah wa ni’mal wakiil.. Mungkin ini saat saya harus berjuang dalam pernikahan kami. baru 4 tahun. mungkin karena baru setahunan kami benar-benar tinggal bersama, inilah masa-masa kami harus benar-benar menyesuaikan diri. Bismillah..

Working Mom or Full Time at Home

Well, topik ini memang selalu menarik untuk dibahas. Idealnya, apakah seorang ibu perlu bekerja atau menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya? Pada dasarnya itu pilihan pribadi, namun selalu ada alasan mengapa seseorang memilih sesuatu. Pada beberapa waktu ini, saya sering melihat tulisan yang pada intinya menyanjung setinggi langit ibu rumah tangga 100% dan menyayangkan ibu yang memilih untuk bekerja. Apa respon saya? Well, saya tidak memihak keduanya, bagi saya keduanya sama baiknya, asal….

Pertama, saya ingin memaparkan beberapa cerita mengenai “rekan-rekan” saya yang menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Ada seorang rekan yang dilarang suaminya bekerja dan memilih di rumah saja. Sang suami berasal dari keluarga dimana kedua orangtuanya bekerja sehingga sering merasakan di rumah hanya dengan pengasuhnya saja. Aktifitas rekan saya ini kemudian berkutat seputar memasak, mengantar jemput anak sekolah, dan seringkali merasa jenuh. Untuk mengisi kejenuhan, ia melakukan aktifitas di rumah yang cukup menarik, yaitu berkebun, mendekor rumah, misalnya mengecat, merawat hewan-hewan, dan memasak berbagai resep. Namun, ada pula rekan saya, yang berasal dari suatu organisasi dakwah memilih menjadi ibu rumah tangga dengan alasan ideologi islami, bahwa ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya dan seorang wanita selayaknya di rumah saja. Sejujurnya terhadap rekan-rekan saya yang memilih jalan menjadi ibu rumah tangga, saya merasa iri. Saya sebenarnya tipe perempuan yang senang di rumah, senang bermain dengan si kecil, berkebun, merawat hewan, dan aktifitas rumah lainnya, kecuali memasak yang susah-susah dan beres-beres rumah. Namun, saya merasa ironi ketika melihat kondisi anak-anak rekan yang berasal dari organisasi dakwah.. Maaf, saya tak bermaksud menjelek-jelekkan, namun terkadang fanatisme sempit terhadap organisasinya mendorong mereka untuk mempusatkan aktifitasnya pada aktifitas organisasi. Sehingga saya sering melihat, kesibukan ummahat dari harokah dakwah ini justru melebihi working mum.. Akhirnya anaknya dititipkan ke saudara, ke nenek, ke pengasuh, atau diajak kemana-mana sejak bayi, naik motor ke tempat-tempat yang jauuh atas nama dakwah. Padahal apa aktifitas dakwahnya? Aktifitasnya lebih ke koordinasi/rapat dengan sesama anggota harokah tersebut, kemudian kajian pekanan, dan bulanan. Continue reading

Master of Computer Science

Alhamdulillah, tanggal 24 Oktober kemarin saya menjalani prosesi wisuda. Walaupun sebenarnya saya sudah dikatakan lulus sejak Juli (saat ujian thesis), tapi berhubung siklus wisuda yang memungkinkan saya ikuti adalah periode Oktober, jadi baru wisuda kemarin. Saya kira ada wisuda agustus, ternyata itu untuk S1.

Agak kecewa juga, karena tesis yang memakan waktu lebih dari setahun, maka nilainya maksimal B. So, IP saya turun dan enggak cumlaude. Tapi bisa menyelesaikan kuliah saat sudah punya banyak tanggung jawab lain saja rasanya sudah sangat bersyukur sekali. Enggak cumlaude gak masalah.. 🙂

Tesis yang saya kerjakan merupakan bidang baru bagi saya (dan menurut saya sangat menarik). Saya melanjutkan studi di Universitas yang sama dengan saat saya mengambil gelar sarjana, UGM. Prodinya juga sama, Imu Komputer. Saat awal saya kuliah di mkom ugm, rasanya kecewa dan putus asa, soalnya dosennya sama, mata kuliahnya juga sama (bahkan ada yang slidenya sama). Berasa ga ada peningkatan ilmu gitu.

Continue reading

Contek Mencontek Mahasiswa

Sedih.

Satu kata itu mewakili seluruh perasaan saya sebagai seorang pendidik. Saya yang telah berupaya preventif dengan aturan dan kontrak belajar, dengan konsekuensi nilai E bagi yang melakukan kecurangan, seperti contek menyontek. Nyatanya saat saya mengetahui hal tersebut masih menjadi kelumrahan di mata mereka, dan saat saya menegakkan aturan yang telah disepakati di awal perkuliahan melalui kontrak belajar, apa yang saya dapat? Kecaman, rasa marah, dan rasa benci yang diluapkan oleh mahasiswa tersebut.

Sebenarnya saat melakukan perbuatan, pernah tidak kita memikirkan akibat/konsekuensi yang akan kita terima? Apakah penegakan hukum harus surut dengan ancaman dan rasa benci? Apakah menegakkan aturan adalah suatu kesalahan?

Sebut saya keras dan saklek. Walaupun saya telah mencoba membuka ruang diskusi, meski terbatas. Bukankah apa yang baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah. Apakah baik nilai A karena mencontek? Apakah buruk nilai E sebagai konsekuensi atas mencontek? Bukankah saya telah berkata, bahwa mahasiswa yang mencontek di kelas saya tetapi tidak ketahuan (sehingga tidak mendapat nilai E), maka sesungguhnya saya tidak ridho, dan kelak di hari akhir saya akan menuntutnya di hadapan Allah. Jika ketahuan dan mendapat nilai E, masalah ini selesai sudah, tuntas, beres, di dunia saja.

Sebut saya idealis, yang ketika teman saya di bangku kuliah S1 dan S2 bertanya selalu saya acuhkan. Iklim yang ada saat saya kuliah bukanlah iklim contek menyontek (meski ada saja yang melakukan itu). Kami gengsi untuk menyontek, karena kami merasa cerdas, pandai. Kami punya harga diri. Saya tak takut dianggap sombong, jika itu adalah kebenaran, mengapa takut terhadap celaan orang yang suka mencela?

Apakah semua kerja keras tak ada artinya karena satu kesalahan (mencontek)? Ada artinya. Arti kerja keras datang dalam bentuk yang berbeda, dalam bentuk yang tak semua manusia memahaminya. Dalam bentuk hikmah, bashiroh, mata bathin, kejernihan hati. Mungkin. Dalam bentuk nilai A, B, C. Mungkin. Dalam bentuk pahala (konsep abstrak yang baru akan menjadi real di akhirat). Mungkin. Dalam bentuk kemudahan lain. Mungkin. Tapi kita tak tau. Manusia baru akan mengerti kelak. Arti/konsekuensi tak selelu datang saat itu juga. seperti juga menyontek (yang tak ketahuan) pun akan mendapat konsekuensi. Dalam bentuk kesulitan saat bekerja. Mungkin. Dalam bentuk dosa (konsep abstrak yang baru akan menjadi real di akhirat). Mungkin. Dalam bentuk nilai E. Mungkin.

Segala hal pasti ada konsekuensinya. Kerja keras, menyontek, kebaikan, keburukan. Ada konsekuensi yang telah JELAS dan TEGAS, seperti bentuk kontrak belajar yang ditandatangani dosen, mahasiswa, dan Kajur. Ada konsekuensi yang tidak mampu dilihat manusia secara kasat mata.

Manusia yang menyandarkan segalanya pada standar materi mungkin akan bersedih, jika konsekuensi berbentuk materi yang menguntungkan tidak datang kepadanya, atau jika konsekuensi yang datang justru kerugian materi. Tetapi manusia yang menyandarkan pada standar hakikat kehidupan tidak akan bersedih. Bukan nilai A, B, C, D, E yang menjadi tolak ukur, tetapi pemahaman ilmu yang dikejar. Bukan nilai A, B, C, D, E yang mati-matian dikejar dengan segala cara, tetapi nilai-nilai (vaues) kebaikan yang dikejar dengan sekuat tenaga.

Tidak mengapa saya dianggap dosen saklek, kejam, antagonis. Tidak mengapa saya dicaci. Iklim akademisi adalah iklim kejujuran, iklim kerja keras. Semoga suatu saat mereka memahami, makna nilai E yang saya berikan. Dan hanya kepada Allah, seorang Muslim bertawakkal…

Â